Monday, January 4, 2016

OSTEOPOROSIS PADA LANSIA: TINJAUAN DARI SUDUT PANDANG BEDAH ORTHOPAEDI


(Pidato Pengukuhan Guru Besar Professor Armis di depan Senat Universtas Gadjah Mada 2005)


Bismillaahir-rohmaanir-rohiim
Assalamu’alaikum wa rohmatullahi wa barakatuh

Yang terhormat Ketua dan para Anggota Majelis Wali Amanat
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Senat Akademik
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Rektor, para Wali Rektor Senior, dan para Wakil Rektor
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Senat Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat para tamu undangan, teman sejawat, sanak saudara serta handai taulan

Alhamdulillahi Rabbil’alamien, pada kesempatan yang sangat berbahagia ini marilah pertama-tama kita haturkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian sehingga dapat berada di dalam ruang siding Majelis yang Mulia ini dalam keadaan sehat wal’afiat.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Ketua Majelis Guru Besar, Rektor, dan Ketua Senat Akademik Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kehoratan pada diri kami untk mengucapkan pidato pengukuhan berkaitan dengan pengangkatan kami sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada denga judul:

Osteoporosis pada Lansia:
Tijauan dari sudut Pandang Bedah Orthopaedi

Hadirin yang kami muliakan

Kemajuan teknologi seiring kemujuan ilmu kedokteran erutama di bidang bioseluler, pencegahan dan pengobatan serta peningkatan status sosio-ekonomi akan meningkatkan harapan hidup manusia. Semua orang di dunia mempunyai keinginan dan selalu berusaha mencegah maupun mengobati penyakit mereka dan selalu berdoa agar berusia panjang. Keinginan untuk berusia panjang secara individu ini sangat besar, sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 96 yang berbunyi:

“Walatajidannahum ahrosonnaasi ‘alaa hayatin (Dan kamu akan mendapai mereka orang-orang loba atas kehidupan dunia), waminalladziina asyrokuu (Dan juga orang-orang yang menyekutukan Tuhan), yawaddu ahaduhum (mereka menginginkan dirinys), lauyu’ammaru alfasanati (seandainya diperpanjang usianya 1000 tahun), Wamaa huwa bimuzahzikhihin minal’azabi an yu ammar (Pada hal tidaklah dia selamatkan diri azab dengan panjangnya usia), wallohu bashirun bimaa ya’maluun (Dan Allah Yang Maha Tahu dengan apa-apa yang mereka kerjakan)”

Tidak ada manusia yang menginkan usia pendek, maka konsekuensinya adalah peningkatan jumlah penduduk lansia (lanjut usia) atau manula (manusia usia lanjut). Akan tetapi penuan itu sendiri akan menimbulkan banyak masalah akibat penurunan proses homeostasis tubuh, berupa penurunan fungsi organ. Salah satu masalah yang cukup penting adalah osteoporosis.

Batasan osteoporosis atau pengoroposan tulang adalah penyakit tulang progresif dengan karakteristik menurunnya masa tulang sehingga meningkatkan angka kejadian patah tulang akibat kerapuhan atau kelemahan di daerah patah tulang tersebut, ini disebut fraktur fragilitas atau patah tulang osteoporosis. Secara fisilogis tulang adalah jaringan hidup tempat terjadinys homeostasis kalsium, di mana pada tulang atau skeletal terjadi keseimbangan antara resorbsi tulang karena aktifitas sel osteoklas dan pembentukan tulang ole sel osteoblast. Setiap tahun, pada tulang kanselus atau spongius terjadi pembentukan tulang sebanyak 30%, sedangkan pada tulang kompakta sebanyak 3%. Puncak kepadatan massa tulang (peak bone mass) akan tercapai pada pertengahan usia tiga puluh tahun. Setelah usia tersebut mulai terjadi kehilangan pembentukan massa tulang sebesar 0.5% setiap tahun akibat tidak adanya keseimbangan atau imbalans antara kerusakan dan pembentukan tulang dan diperberat lagi oleh kekurangan hormone esterogen pada wanita setelah menopause sebesar 3% setiap tahun serta beberapa faktor lainnya seperti penyakit-penyakit hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, pemakaian steroid dalam jangka lama dan sebagainya. Puncak kepadatan massa tulang juga tidak tercapai pada kondisi defisiensi kalsium sewaktu dewasa muda (adolescence). Kebutuhan kalsium tergantung pada usia dan kehamilan. Perlu diketahui bahwa tulang itu sendiri sangat sensitive terhadap latihan-latihan otot dan beban sehingga berjalan kaki atau berdansa akan meningkatkan kepadatan massa tulang (Cooper et al, 1998). Oleh karena itu immobilisasi lama dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Riggs dan Melton (1992) mengklasifikasikan osteoporosis sebagi berikut: Tipe 1 di mana osteoporosis terjadi pada wanita akibat kekurangan estrogen sehingga rasio insidensi osteoporosis antara wanita dan pria mencapai 6:1. Tipe ini berhubungan erat dengan patah tulang belakang. Kekurangan estrogen terjadi setelah wanita mengalami menopause dan akan mengakibatkan peningkatanjumlah dan aktifitas resorbsi sel osteoklas melalui peningkatan konsentrasi sitokain yaitu berupa peningkatan konsentasi interleukin, tumor nekrosis factor alpha dan seterusnya. Osteoporosis tipe 2 terjadi pada lansia berusia 75 tahun dengan perbandingan antara wanita dan pria 2:1. Tipe ini berhubungan erat dengan patah tulang pangkal paha.

Diagnosis penurunan densitas tulang atau osteoporosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan DEXA (dual energy x-ray absorptiometry) sebagai pemeriksaan baku emas (gold standard). Bila hasil pemeriksaan 2.5 standar deviasi dibawah puncak kepadatan massa tulang, maka dinyatakan ostroporosis. Bila hasilnya 1-2.4 standar deviasi maka dinyatakan osteopenia. Kepadatan massa tulang 1 standar deviasi berisiko patah tulang belakang sebesar 1,9 kali, sedangkan 2.4 standar deviasi akan meningkatkan risiko patah tulang pangkal paha (Lane et al, 2000). Osteoporosis sendiri tidak akan memberikan gejala atau keluhan. Penderita akan mengeluh bila terjadi patah tulang. Umumnya, penderita patah tulang belakang datang dengan keluhan penurunan tinggi badan dan nyeri punggung dengan perubahan bentuk kifosis atau pembengkokan kebelakang yang berlebihan pada tulang tersebut (Rao et al 2003). Adapun keluhan patah tulang pangkal paha atau pergelangan tangan dan lain-lain sama dengan keluhan patah tulang pada umumnya.

Hadirin yang kami muliakan

Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan osteoporosis seperti riwayat patah tulang sewaktu dewasa, etnis, usia, gender, dementia, kesehatan kurang baik, kurus, perokok, peminum alcohol, kekurangan estrogen, makan kurang kalsium, sering jatuh, kurang olah raga, genetik dan sebagainya. Oleh karena itu lansia mempunyai risiko terjadi osteoporosis dan osteoporosis itu sendiri berisiko akan patah tulang dan ini akan terulang kembali selama sisa hidupnya sehingga berdampak kematian (Lane et al 2000). Risiko osteoporosis pada lansia pernah dilansir oleh badan kesehatan internasional atau Word Health Organization yang memperkirakan 15% wanita kulit putih post-menopause  di Amerika Serikat dan 35% populasi berusia lebih 65 tahun mengalami osteoporosis atau sebanyak 6000 wanita mengalami osteoporosis sedangkan penderita osteopenia sebanyak 15000. Berdasarkan beberapa publikasi dapat disimpulkan bahwa usia di atas 50 tahun mempunyai risiko patah tulang sebesar 50% pada wanita dan 35% pada pria akibat osteoporosis (O’Keefe, 2001). Adapun risko patah tulang pada lansia yang mengalami osteoporosis menurut penelitian Klotzbuecher et al pada tahun 2000 secara epidemiologi potong lintang (cross sectional epidemiological study) yang merupakan penelitian prospektif menyimpulkan ada korelasi antara osteoporosis dan risiko peningkatan patah tulang. Usia juga memberikan kontribusi terhadap faktor risiko patah tulang terutama pada wanita dan pria pada usia dekade tujuh dan delapan. Patah tulang di daerah pangkal paha (hip fracture), patah pertrokhanter (trochanteric fracture) maupun subtrokhanter (subtrochanter fracture) merupakan kejadian yang serius akibat peningkatan usia dan akan mencapai 5% setiap tahun selama perjalan hidup setelah decade ke Sembilan pada penderita wanita dan pria yang mengalami osteoporosis. Antara tahun 1990 dan 1996 jumlah lansia yang mempunyai risiko patah tulang daerah pangkal paha diperkirakan akan mengalami peningkatan senanyak 31% yaitu 390.000 penderita setiap tahun atau 934 penderita per 100.000 populasi lansia. Jumlah ini akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Penderita patah tulang osyeoporosis berisiko menderita patah tulang kembali dua kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami patah tulang, sedangkan mereka yang pernah mengalami patah tulang pergelangan tangan, atau patah tulang pangkal paha dan humerus proksimal atau pergelangan kaki akibat trauma ringan mempunyai risiko empat kali lipat patah tulang kembali nantinya. Penderita osteoporosis dengan patah tulang belakang mempunyai risiko lima kali lipat untuk mengalami patah tulang dan dua kali lipat patah tulang pangkal paha serta tulang belakang tambahan lainnya (Lorich et al 2004). Penderita osteoporosis dengan patah tulang pergelangan tangan maupun kedua sisi akan mempunyai risiko patah tulang pangkal paha sebanyak dua kali lipat dibanding pada penderita dewasa muda. Kejadian ini dapat diterangkan bahwa penderita patah tulang pangkal paha umumnya dimulai dengan kejadian patah tulang pergelangan tangan 15 tahun sebelumnya, sehingga patah tulang pergelangan tangan tersebut merupakan untuk melakukan pemeriksaan osteoporosis (Dreinhofer et al 2004; Wigderowitz et al 2003). Penelitian oleh Freedman et al (2000) pada lansia dengan patah tulang pergelangan tangan yang menjalani pemeriksaan densitas tulang pada sisi sehat menunjukkan penurunan massa tulang sekitar 96.7% dan mereka menyimpulkan bahwa patah tulang pada penderita tersebut tidak perlu lagi pemeriksaan densitas dan segera diberikan pengobatan osteoporosis. Penderita lansia dengan patah tulang pangkal paha mempunyai risiko patah tulang pangkal paha kontralateral sebesar 10.6%.

Hadirin yang kami muliakan

Probobilitas wanita kulit putih usia 50 tahun untuk menderita patah tulang di sisa hidupnya adalah 49% dan risiko kematian pada penderita patah tulang pangkal paha (motality rate) setiap tahun sebesar 12-20% untuk wanita, biasanya akibat kondisi komorbid atau penyakit penyerta. Adapun mortalitas pada pria lebih tinggi dibanding wanita yaitu berkisar 25-30% untuk semua patah tulang pangkal paha. Perlu diketahui bahwa patah tulang pangkal paha, tulang belakang dan pergelangan tangan pada wanita kulit putih di Eropa hanya sebesar 40%.

Bila kita tinjau distribusi patah tulang osteoporosis di negara maju seperti di Amerika Serikat terdapat 3.5 juta penderita patah tulang setiap tahun yang terdiri dari 250.000 patah tulang pangkal paha, 700.000 patah tulang belakang, dan 250.000 penderita patah tulang pergelangan tangan akibat osteoporosis dan sebagainya (Riggs and Melton, 1992). Di Eropa diperkirakan sebanyak 970.000 penderita patah tulang pangkal paha pada usia 50 tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh pertambahan usia pada populasi dengan asumsi bahwa tidak terjadi perubahan kesehatan pada lansia atau pencegahan terhadap kejadian patah tulang. Jumlah penduduk di Indonesia belum mempunyai data terkini tapi bila kita analisis jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 210  juta dengan lansia diperkirakan 100 juta berati terdapat osteoporosis sebanyak 15% yaitu sebesar 15 juta, maka patah tulang osteoporosis berjumlah 7.5 juta setiap tahun atau patah tulang pangkal paha sebesar 375.000 penderita setiap tahun.  

Hadirin yang kami muliakan

Patah tulang osteoporosis merupakan bencana sosial maupun individual. Biaya pengobatan patah tulang osteoporosis diperkirakan tiga sampai delapan kali pada tahun 2030. Biaya tersebut akan menghabiskan sebesar 131.5 milyar dolar Amerika pada tahun 2050 (Cumming et al 1999). Di Amerika Serikat pada tahun 1990 Departemen Kesehatan disibukkan oleh biaya pengobatan patah tulang pangkal paha yang dikeluarkan oleh Badan Ansuransi maupun individu sebesar 13.1 milyar dolar Amerika setiap tahun. Oleh karena itu Badan Kesehatan disana bekerja sama dengan perkumpulan American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS) melakukan kampanye untuk mencegah jatuh pada lansia (fall prevention) melalui media elektronik dengan latihan-latihan ringan seperti jogging atau berjalan kaki agar keseimbangan tubuh mereka tetap terjaga (Curl et al 2000). Setelah lima tahun kemudian ternyata kampanye tersebut dapat menurunkan separoh biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis. Penelitian oleh Haentjens et al (2001) di Belgia di 4 Rumah Sakit pendidikan tentang biaya yang dikeluarkan oleh penderita lansia dengan patah tulang pangkal paha secara prospektif memperlihatkan bahwa biaya pengobatan tiga kali lipat lebih besar dari biaya yang tidak mengalami patah tulang. Bila kita hitung di Negara kita biaya pengobatan satu orang penderita patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan Rp. 5.000.000.00 dengan asumsi jasa dokter gratis maka total yang dikeluarkan adalah 375.000 kali 5 juta rupiah menjadi 1.875 triliun rupiah setiap tahun. Apabila kemiskinan berjumlah 40% maka biaya untuk masyarakat tidak mampu sebesar 750 milyar rupiah setiap tahun dan ini perlu di subsidi oleh pemerintah atau masyarakat peduli. Disamping itu kita harus memperhatikan dampak penurunan kualitas hidup penderita patah tulang pangkal paha dan tulang belakang karena 4% penderita tersebut akan meninggal sewaktu peratan di Rumah Sakit dan 10-24% terjadi dalam satu pertama. Separoh dari penderita patah tulang tersebut akan kehilangan fungsi atau morbiditas sehingga tidak akan mencapai mobilitas seperti semula. Mereka menjadi cacat (handicapped), tidak dapat berjalan atau naik tangga tanpa alat bantu dan 25% akan membutuhkan perawatan rumah. Banyak pernderita kehilangan kemampuan untuk mandiri dan mengalami ketergantungan pada bantuan orang lain.

Hadirin yang kami muliakan

Masalah lain pada lansia adalah terlambatnya penegakkan diagnosis osteoporosis dan itupun sering terlupakan oleh para ahli bedah orthopaedi. Seperti publikasi Dreinhover et al (2004) terhadap patah tulang pangkal paha sendiri berkisar 11% sampai 18% pada wanita sedangkan patah tulang belakang diperkirakan dua sampai tiga kali lebih banyak dari patah tulang pangkal paha, tetapi hanya sepertiga saja yang terdiagnosis. Sering terjadi kelalaian dokter dalam menegkkan diagnosis dan pengobatan osteoporosis. Penderita lansia dengan patah tulang yang tidak terdiagnosis adalah sebanyak 95% lebih, akibatnya hanya beberapa penderita saja yang mendapat pengobatan yang memadai. Menurut laporan Gardner et al. (2002) ada 19.3% dari 300 penderita patah tulang pangkal paha yang menerima resep dokter untuk pengobatan osteopenia sewaktu dirawat di Rumah Sakit dan 13.3% mendapat pengobatan dengan kalsium, tetapi hanya 6% yang mendapat pengobatan untuk mencegah resorpsi tulang untuk pengobatan osteoporosis dan siasnya 81% tidak mendapat pengobatan maupun pemeriksaan DEXA sewaktu dirawat di Rumah Sakit. Pada analisis terhadap 1164 penderita patah tulang pergelangan tangan yang telah diperiksa dan diberikan tindakan ternyata hanya 2.8% penderita menjalani pemeriksaan DEXA dan 22.9% yang menerima pengobatan osteoporosis sewaktu mereka dirawat (Freedman et al, 2000; Torgerson et al. 1998). Publikasi lain terhadap patah tulang osteoporosis menunjukan bahwa pada umumnya penderita tidak mendapat pengobatan osteoporosis dan hanya 39% penderita patah tulang belakang mendapat pengobatan obat antiresorpsi, sedangkan penderita patah tulang pangkal paha tidak mendapat obat samasekali. Survei berikutnya mempublikasikan hanya 12.5% penderita dikirim untuk pemeriksaan DEXA dan hanya 10.7% penderita diberikan pengobatan osteoporosis. Sekarang dengan kampanye “ The Bone and Decade dan the International Osteoporosis Foundation (IOF)” telah dimulai survei secara multinasional pada penderita osteoporosis di Inggris, Jerman, Spanyol, Italia, Perancis dan New Zealand. Sejumlah 3422 atau 25% anggota assosiasi ahli bedah orthopaed di Negara-negara tersebut merespon terhadap survei tersebut. Mereka melakukan pengobatan atau tindakan operasi terhadap penderita patah tulang osteoporosis rata-rata sebanyak 54.000 setiap bulan dan hanya 30.000 penderita mendapatkan obat untuk osteoporosis. Sebagian besar dari mereka menjawab dan percaya bahwa ahli bedah orthopaedi harus mengidentifikasi setiap penderita yang mengalami patah tulang osteoporosis pada lansia dan ternyata hanya pada 10% pendeita saja dilakukan pemeriksaan densitas tulang setelah operasi. Di Inggris dan Perancis ternyata 70-90% dokter ahli bedah orthopaedi mengirim penderita dengan kemungkinan osteoporosis ke dokter spesialis osteoporosis, sementara di Jerman dan Itali lebih dari 80% dokter memulai peeriksaan dan mengobatinya. Umumnya, mereka mengatakan bahwa mereka kurang atau tidak mendapatkan pendidikan osteoporosis yang memadai. Sebagain besar ahli bedah orthopaedi di Jerman dan Spanyol merasa kompeten memberikan resep kalsium atau vitamin D dan bisphosphonate. Separoh dari jumlah orthopaedi di Eropa Selatan mengetahui pentingnya faktor risiko eksternal patah tulang pangkal paha seperti katarak pada mata, penerangan yang tidak memadai, tersandung akibat karpet melipat, lantai kamar mandi yang licin dan gangguan kesimbangan. Umumnya ahli bedah orthopaedi dari Negara-negara di atas merkomendasikan pentingan pemeriksaan densitas tulang dengan DEXA pada setiap wanita usia 50 tahun tanpa faktor risiko atau patah tulang osteoporosis. Kesimpulannya, perlu adanya pendidikan berkelanjutan dan keterampilan (continuing education) untuk osteoporosis. Untungnya, kenanyakan ahli bedah orthopaedi di semua Negara merasa tertarik untuk belajar secara masal mengenai diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis serta hubungannya dengan patah tulang (Feldstein et al. 2003).

Hadirin yang kami muliakan

 Pengobatan ideal untuk osteoporosis pada lansia adalah mencegah resorpsi tulang akibat peningkatan aktifitas sel osteoklas dan menstimualsi pembentukan tulang oleh sel osteoblast. Pengobatan osteoporosis dengan menggunakan derivate bisphosphonate paling efektif untuk menghambat kejadian resorpsi tulang, sehingga derivate tersebut dapat berfungsi untuk pengobatan maupun pencegahan osteoporosis. Pemakaian obat ini dapat mengurangi risiko patah tulang pangkal paha sebanayak 60%, namun sangat tergantung pada macam bisphosphonate itu sendiri (Rodan et al. 2003). Obata Alendronate sangat bermanfaat untuk patah tulang belakang penderita lansia dan dapat menurunkan angka kejadian sebesar 84% (Mochida et al 2002). Peningkatan massa tulang vertebra pada pemakaian bisphosphonate dapat meningkatkan densitas tulang rata-rata 11-14% selama 7-10 tahun. Bisphosphonate dapat menghambat aktifitas osteoklas sehingga dapat menjaga massa tulang. Obat ini dipasarkan dalam bentuk alendronate, risedronate dan paling terbaru adalah pamidronate. Penelitian alendronate secara perspektif selama 5 tahun menghasilkan penurunan risiko patah tulang osteoporosis sebanyak 50% (Cumming et al 1998). Penelitian risedronate menunjukan bahwa obat ini dapat mengurangi risiko patah tulang pangkal paha pada lansia osteoporosis (lung, 1996). Efek tidak menyenangkan pada pemakaian  alendronate adalah radang oada saluran pencernaan bagian atas tetapi dapat hilang bila pemakaian dihentikan.

Penobatan osteoporosis dengan kalsium sangat bermanfaat karena dapat mengurangi kehilangan massa tulang di daerah pangkal paha pada wanita postmenopause. Serum vitamin D menurun sesuai dengan pertambahan usia terutama bila tidak mendapat sinar matahari. Kulit akan mengalami penurunan kapasitas produksi vitamin D. Kekurangan vitamin D dapat juga disebabkan oleh makanan yang tidak mengandung vitamin tersebut sehingga terjadi penurunan massa tulang. Penelitian Chapuy et al (1992) menyimpulkan bahwa vitamin D dapat menurunkan angka kejadian patah tulang pangkal paha sebanyak 43% dan pemberian kalsium kombinasi dengan vitamin D 700 IU setiap hari dapat mengurangi kehilangan massa tulang di femur dan tulang belakang.

Pengobatan dengan menggunakan hormone estrogen (estrogen replacement) sangat bermanfaat pada wanita postmenopause guna mencegah patah tulang osteoporosis karena dapat menurunkan risiko patah tulang sebesar 25%. Pengobatan dengan hormone mempunyai risiko karsinoma mammae dan karsinoma jaringan kandungan oada wanita (uterus), thromboemboli bahkan beberapa wanita tidak toleran terhadap obat ini.

Penggunaan hormone kalsitonin atai miakalsin secara intranasal dapat mengobati osteoporosis, disampaing itu obat tersebut mempunyai efek menghilangkan nyeri. Penelitian memperlihatkan efek pencegahan kehilangan massa tulang di pangkal paha dengan adanya peningkatan alkaline phosphatase dan osteokalsin pada hari ke 15 setelah setalah trauma. Peningkatan juga terjadi pada hari ke 90 pasca operasi dan peningkatan massa tulang didaerah pangkal paha pada hari 15, 45 dan 90 setelah trauma.

Penggunaan raloxifene (selective estrogen-receptor agonist) dapat mengaktifkan reseptor estrogen pada jaringan tulang dan menghambat resorpsi tanpa menstimulasi uterus dan juga mengurangi risiko patah tulang osteoporosis pada tulang belakang (Ettinger et al, 1999).
Tindakan operasi pada patah tulang osteoporosis sangat bervariasi tergantung lokasi, tipe patah tulang, pemakaian implant, derajat keparahan dan kerapuhan tulang serta pengalaman ahli bedah orthopaedi yang melakukan operasi. Banyak desain implant yang dibuat oleh para pakar ager tercapai stabilisasi patah tulang osteoporosis sehingga penderita dapat melakukan mobilisasi awal dan fungsi optimal tercapai. Namaun tindakan fiksasi dengan menggunakan bermacam-macam implan masih kontroversial. Selain itu perlu diketahui bahwa tidak ada satu desain yang lebih baik dari desain lainnya. Akhir-akhir ini, penggunaan fiksasi luar jauh lebih berhasil guna daripada penggunaan fiksasi dalam seperti sliding screw pada patah tulang osteoporosis di daerah pertrokhanter (Lorich et al. 2004).

Hadirin yang kami muliakan

Pertanyaan sekarang adalah, bagaimana meningkatkan perawatan pada penderita patah tulang osteoporosis. Pertama, hasil tindakan pembedahan harus diikuti penilaian yang tepat dengan standar perawatan. Patah tulang osteoporosis harus tercatat dan dimonitor seberapa besar permasalahannya. Penilaian terapi akan berhasil guna apabila ada perencanaan yang memadai. Kedua adalah dibutuhkannya metode penelitian untuk penatalaksanaan patah tulang terutama angka kejadian dan kesulitanan pembedahan. Ketiga, kita membutuhkan perbaikan penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan umum untuk pencegahan primer dan sekunder. Kita juga membutuhkan perkembangan teknik operasi baru dan atau teknik biologi seluler pada penyembuhan patah tulang osteoporosis. Keempat adalah pendidikan tentang osteoporosis untuk ahli bedah orthopaedi dan dokter umum, karena sebagian besar dari mereka mempunyai pengetahuan yang kurang memadai tentang hal ini. Oleh karena itut, dibutuhkan perbaikan dalam praktek mereka sebagai pelatihan berkelanjutan (postgraduate training). Sekarang ini di Negara maju sedang diintensifkan penurunan angka kejadian patah tulang osteoporosis berikutnya serta pengembangan standar pelayanan. Pencegahan patah tulang osteoporosis berikutnya didasarkan pada tiga aspek yaitu: 1. Pengobatan osteoporosis, 2. Mencegah jatuh, 3. Menggunakan proteksi panggul (hip protector), 4. Standar pelayanan harus sudah tersedia dan merupakan modal yang sangat berguna pada asosiasi ahli bedah orthopaedi nasional sebagai rujukan pada ahli bedah orthopaedi di daerah. Inggris sudah mempunyai standar pelayanan dengan judul “The Care of Fragilirity Fracture Patient” yang dicetak oleh the British Orthopaedic Association”. Yang terakhir, pelayanag secra professional dan perkembangan penggunaan standar pelayanan yang multidisipliner. Dalam konsep patah tulang osteoporosis diperlukan perawat yang menguasai standar pelayanan sebagaimana di beberapa Negara maju. Setiap pendeita osteoporosis yang telah menjalani perawatan dari rumah sakit perlu mendapat penjelasan mengenai pencegahan jatuh dan pertnayaan yang jelas seperti diagnosis osteoporosis, keparahan kondisi tersebut, kapan diperlukan pemeriksaan densitas tulang DEXA dan waktu pemberian kalsium, vitamin D, olah raga dan resep obat untuk pengobatan osteoporosis tersebut.



Hadirin yang kami muliakan

Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa: 1. Lansia berrisiko terjadi ostroporosis dan osteoporosis adalah pengeroposan tulang secara progresif dan berpotensi terjadi fraktur. 2. Patah tulang osteoporosis merupakan bencana sosial luar biasa pada masyarakat karena penigkatan biaya pengobatan dan atau perawatan serta menurunkan kualitas hidup. 3. Diagnosis osteoporosis sering terlupakan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan ahli bedah orthopaedi terkonsentrasi pada masalah patah tulang pada penderita lansia. Oleh karena itu, perlu ada pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (continuing education). 4. Pencegahan osteoporosis jauh lebih efektif daripada pengobatan dan harus dimuli sejak masa kanak-kanak dengan memenuhi kebutuhan kalsium dalam komposisi makanan mereka, olah raga teratur dan mencegah jatuh agar tidak terjadi patah tulang dan jangan lupa mendapatkan sinar matahari selama setengah jam. 5. Para dokter di daerah harus punya standar pelayanan kesehatan nasional mengenai osteoporosis. 6. Setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai osteoporosis, apalagi jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan menjaga kesehatan mata, jantung dan fungsi organ lainnya. 7. Perlu penekanan kurikulum osteoporosis secra khusus pada pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran. 8. Lansia harus diberi motivasi kegairahan hidup yang baik dan bermanfaat untuk masyarakat di sekitarnya, sesuai dengan hadis nabi: “Khoirunnaasi anfa’uhum linnaas” yang artinya: Sebaikbaik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain; “ightanim khomsan qobla khomsin” (rebutlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara), yang salah satunya adalah “Sabahaka qobla haramika” (usia mudamu sebelum datang usia tuamu). Lansia dalah proses fisilogis yang mesti kita lalui sekarang ini tidak dapat kita elakkan tapi jangan mendapatkan osteoporosis dengan cara meningkatkan kesehatan diri kita masing-masing agar hidup yang sisa ini dapat berguna bagi masyarakat di sekitar kita terutama di dunis pendidikan yang kita geluti bersama. Maka dari itu, mari kita berdoa bersama-sama di dalam lubuk hati kita masing-masing yang paling dalam yaitu dengan membaca “Allohumma inni a’udzubika min arzalil’umur” Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dari pikunnya umur kepadaMU, amin ya rabbil alamin.

Hadirn yang kami muliakan

Di penghujung pidato pengukuhan ini perkenankanlah kami mengungkapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Asih dan Tak Pilih Kasih serta Maha Penyayang yang Tak Pilih Sayang atas ridho, taufik, rahmat dan hidayah-MU yang selalu mengalirkan anugerah-MU berupa kesempatan, kemampuan, seta bimbingan kepada kami untuk mencapai jabatan tertinggi di bidang akademik ini. Hanya dengan izin-MU semata, kami dapat menghadapi tantangan dan mengatasi cobaan yang dapat menghambat ataupun menghalangi cita-cita kami untuk menjadi Guru Besar, baik yang datang dari diri kami sendiri maupun dari lingkungan.
Pada kesempatan ini pula perkenankanlah kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tinggi kepada Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini kepada Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan dan mengangkat kami sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Bedah khususnya Bedah Orthopaedi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Rektor, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Prof Dr. dr. Hardyanto Soebono SpKK beserta staf dan Senat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui dan mengusulkan kami pada jabatan yang tertinggi dan mulia ini yaitu sebagai Guru Besar. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada pendiri dan pejuang tanpa tanda jasa Universitas Gadjah Mada di mana kami mengabdi, serta iringan doa agar beliau semuanya diterima segala amalnya dan diberi tempat yang mulia di sisi-MU. Amin ya robbal alamin.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Almarhum dr. H. Joedono yang telah menerima kami sebagai asisten di Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan kepada Almarhum Prof. Ramlan Moechtar yang telah memberikan kesempatan kepada kami sebagai asisten di Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan mengirim kami ke L’universite de Paris, Raymond Poincare Hospital, di Paris untuk belajar ilmu bedah orthopaedi. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Almahum dr, Soeprandjono SpOT yang telah rela memberikan kesempatan kepada kami untuk mengabdi di bidang Ilmu Bedah Orthopaedi di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Almarhum di. R. Soedibyo Prodjopoerwoko yang telah mengirim kami untuk menyelesaikan Bedah Orthopaedi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Alein Patel di Hosptal Raymond Poincare, Garches-Paris, Prof Tomisha Kosino di Bagian Orthopaedi Yokohama-Jepang, Prof. Hamphling di Mornue-Munchen, Jerman dan Almarhum Prof. H. Soelarto Reksoprodjo SpB, SpOT beserta staf subbagian bedah orthopaedi RSCM-FKUI Jakarta dalam mendidik kami menjadi spesialis bedah orthopaedi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada Direktur utama, Dewan direktur, staf karyawan, residen bedah, mahasiswa kepanieraan klinik, perwata dan pasien di RS Dr Sardjito yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan pelayanan kesehtan terutama di bidan bedah orthopaedi sebagai perwujudan Tri Dharma Tinggi, sehingga kami mampu mencapai jenjang Guru Besar. Kepa para teman sejawat dan staf pendudkung di bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada beserta staf medis fungsional dan sekretaris bedah orthopaedi dan traumatologi RS Dr. Sardjito, saudari Sri Purwanti dan saudara Proyudi sebagai sektaris di unit kami, tak lupa kami ucapkan terima kasih atas dorongan serta pengorbanannya dalam rangka meniti jabatan yang mulia ini. Ungkapa terima kasih kami haturkan kepada guru kami di SR Negeri Pesisir Selatan Sumatera Barat, SMP Muhammadiyah IV Wirobrajan, Jogjakarta, SMA III-Padmanaba, Jogjakarta dan para dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah mendidik kami sehingga menjadi Guru Besar di Universitas yang kami cintai ini.

Hadirin yang kami muliakan

Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, perkenankanlah kami menghantarkan sungkem di telapak kaki ibunda sebagai rasa terima kasih kami atas iringan doa yang tulus serta petuah ibunda sejak menmpakkan kaki di depan rumah untuk merantau agar dapat mengubah nasib dan menggeluti ilmu di dunia pendidikan, dan juga kepada almarhum ayahanda yang selalu mewanti-wanti kami dalam mengarungi hidup di dunia ini. Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan dan dosanya dan melimpahkan pahala serta memberikan tempat yang mulia di sisi-MU. Kepada kakak-kakak dan adik-adik kami tidak dapat melupakan kecerian dan canda yang telah memberikan spirit bagi kami dalam meningkatkan ilmu yang kami dalami sehingga kami dapat mencapai tingkat yang tertinggi ini. Terima kasih juga kami haturkan kepada almarhuma mertu kami Nengah Purni dan bapak mertu Wayan Rawes atas pengertian yang diberikan kepada kami.

Kepada istri yang tercinta Nyoman Rapiani tiada kata yang dapat mengungkapkan secara penuh dan utuh untuk mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan kepadamu. Tak ada bumi yang tidak disiram hujan, semua itu tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan saya dalam mengurungi rumah tangga, namun dengan bangga engkau memaafkan dengan jujur. Pengertian, dorongan semangat, cinta kasih, pengorbanan dan koreksimu tidak dapat saya lupakan. Engkau telah mengantarkan kita ke singgasana kebesaran di ruang ini dengan pengorbananmu, sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan tanggal 1 Maret 2005. Kepada anak-anak kami Andrianti SE, MM, Ratih Yulianti S kehut, Arief Prasetyo, Mech. Engg & Master Engg dan Khresna Adi Satrio SE kami ucapkan terima kasih atas pengorbanan, kasih saying dan doa kalian semuanya. Menantu kami Agung Laksana S Arst, Yuli Budi Winantyo SE, M.SC dan Susanna Agustin Mech. Engg & Master Engg, kehadiranmu semua telah menmbah kehangatan dan kecerian tersendiri dalam keluarga kami. Cucu-cucu kami Sekar Fadhila Diyanti Winantyo, Satrio Muhammad Raafid dan Raditya Rafa Putra Prasetyo telah melengkapi kecerian dalam keluarga kami. Masih banyak terima kasih kami yang harus haturkan dalam pidato pengukuhan ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf sebesar-besarnya.




Hadirin yang kami muliakan

Dengan mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alamien kami mengakhiri pidato pengukuhan di pagi hari ini. Atas perhatian dan kesabaran pada hadirin dalam mengikuti pidato ini, dari awal sampai akhir kami menghaturkan terima kasih. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, taufik hidayah dan inayahNya kepada kita sekalian. Di atas mimbar inin kami mohon maaf atas kekurangan maupun kesalahan dalam menyampaikan pidato pengukuhan kami. Semoga Allah Yang Pengasih dan Penyayang selalu membimbing kami ke jalan shirtalmustaqim yang diberkahi dan diridhoiNya, Amin ya rabbal ‘alamin

Wabillahi taufik wal hidayah,

Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

No comments:

Post a Comment