(Pidato
Pengukuhan Guru Besar Professor Armis di depan Senat Universtas Gadjah Mada 2005)
Bismillaahir-rohmaanir-rohiim
Assalamu’alaikum wa rohmatullahi wa barakatuh
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Majelis
Wali Amanat
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Majelis
Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Senat
Akademik
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Rektor, para Wali Rektor Senior,
dan para Wakil Rektor
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Dekan dan para Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua dan para Anggota Senat
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat para tamu undangan, teman
sejawat, sanak saudara serta handai taulan
Alhamdulillahi Rabbil’alamien, pada kesempatan yang sangat
berbahagia ini marilah pertama-tama kita haturkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian sehingga
dapat berada di dalam ruang siding Majelis yang Mulia ini dalam keadaan sehat
wal’afiat.
Terima
kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Ketua Majelis Guru Besar,
Rektor, dan Ketua Senat Akademik Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan
kehoratan pada diri kami untk mengucapkan pidato pengukuhan berkaitan dengan
pengangkatan kami sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada denga judul:
Osteoporosis pada Lansia:
Tijauan dari sudut Pandang Bedah Orthopaedi
Hadirin yang kami muliakan
Kemajuan
teknologi seiring kemujuan ilmu kedokteran erutama di bidang bioseluler,
pencegahan dan pengobatan serta peningkatan status sosio-ekonomi akan
meningkatkan harapan hidup manusia. Semua orang di dunia mempunyai keinginan
dan selalu berusaha mencegah maupun mengobati penyakit mereka dan selalu berdoa
agar berusia panjang. Keinginan untuk berusia panjang secara individu ini
sangat besar, sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 96 yang berbunyi:
“Walatajidannahum
ahrosonnaasi ‘alaa hayatin (Dan kamu akan mendapai mereka orang-orang loba atas
kehidupan dunia), waminalladziina asyrokuu (Dan juga orang-orang yang
menyekutukan Tuhan), yawaddu ahaduhum (mereka menginginkan dirinys), lauyu’ammaru
alfasanati (seandainya diperpanjang usianya 1000 tahun), Wamaa huwa
bimuzahzikhihin minal’azabi an yu ammar (Pada hal tidaklah dia selamatkan diri
azab dengan panjangnya usia), wallohu bashirun bimaa ya’maluun (Dan Allah Yang
Maha Tahu dengan apa-apa yang mereka kerjakan)”
Tidak
ada manusia yang menginkan usia pendek, maka konsekuensinya adalah peningkatan
jumlah penduduk lansia (lanjut usia) atau manula (manusia usia lanjut). Akan
tetapi penuan itu sendiri akan menimbulkan banyak masalah akibat penurunan
proses homeostasis tubuh, berupa penurunan fungsi organ. Salah satu masalah
yang cukup penting adalah osteoporosis.
Batasan
osteoporosis atau pengoroposan tulang adalah penyakit tulang progresif dengan
karakteristik menurunnya masa tulang sehingga meningkatkan angka kejadian patah
tulang akibat kerapuhan atau kelemahan di daerah patah tulang tersebut, ini
disebut fraktur fragilitas atau patah tulang osteoporosis. Secara fisilogis
tulang adalah jaringan hidup tempat terjadinys homeostasis kalsium, di mana
pada tulang atau skeletal terjadi keseimbangan antara resorbsi tulang karena
aktifitas sel osteoklas dan pembentukan tulang ole sel osteoblast. Setiap
tahun, pada tulang kanselus atau spongius terjadi pembentukan tulang sebanyak
30%, sedangkan pada tulang kompakta sebanyak 3%. Puncak kepadatan massa tulang
(peak bone mass) akan tercapai pada
pertengahan usia tiga puluh tahun. Setelah usia tersebut mulai terjadi
kehilangan pembentukan massa tulang sebesar 0.5% setiap tahun akibat tidak
adanya keseimbangan atau imbalans antara kerusakan dan pembentukan tulang dan
diperberat lagi oleh kekurangan hormone esterogen pada wanita setelah menopause
sebesar 3% setiap tahun serta beberapa faktor lainnya seperti penyakit-penyakit
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, pemakaian steroid dalam jangka lama dan
sebagainya. Puncak kepadatan massa tulang juga tidak tercapai pada kondisi
defisiensi kalsium sewaktu dewasa muda (adolescence).
Kebutuhan kalsium tergantung pada usia dan kehamilan. Perlu diketahui bahwa
tulang itu sendiri sangat sensitive terhadap latihan-latihan otot dan beban
sehingga berjalan kaki atau berdansa akan meningkatkan kepadatan massa tulang
(Cooper et al, 1998). Oleh karena itu immobilisasi lama dapat menimbulkan
kerapuhan tulang.
Riggs
dan Melton (1992) mengklasifikasikan osteoporosis sebagi berikut: Tipe 1 di
mana osteoporosis terjadi pada wanita akibat kekurangan estrogen sehingga rasio
insidensi osteoporosis antara wanita dan pria mencapai 6:1. Tipe ini
berhubungan erat dengan patah tulang belakang. Kekurangan estrogen terjadi
setelah wanita mengalami menopause dan akan mengakibatkan peningkatanjumlah dan
aktifitas resorbsi sel osteoklas melalui peningkatan konsentrasi sitokain yaitu
berupa peningkatan konsentasi interleukin, tumor nekrosis factor alpha dan
seterusnya. Osteoporosis tipe 2 terjadi pada lansia berusia 75 tahun dengan
perbandingan antara wanita dan pria 2:1. Tipe ini berhubungan erat dengan patah
tulang pangkal paha.
Diagnosis
penurunan densitas tulang atau osteoporosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
DEXA (dual energy x-ray absorptiometry) sebagai pemeriksaan baku emas (gold
standard). Bila hasil pemeriksaan 2.5 standar deviasi dibawah puncak kepadatan
massa tulang, maka dinyatakan ostroporosis. Bila hasilnya 1-2.4 standar deviasi
maka dinyatakan osteopenia. Kepadatan massa tulang 1 standar deviasi berisiko
patah tulang belakang sebesar 1,9 kali, sedangkan 2.4 standar deviasi akan
meningkatkan risiko patah tulang pangkal paha (Lane et al, 2000). Osteoporosis
sendiri tidak akan memberikan gejala atau keluhan. Penderita akan mengeluh bila
terjadi patah tulang. Umumnya, penderita patah tulang belakang datang dengan
keluhan penurunan tinggi badan dan nyeri punggung dengan perubahan bentuk
kifosis atau pembengkokan kebelakang yang berlebihan pada tulang tersebut (Rao
et al 2003). Adapun keluhan patah tulang pangkal paha atau pergelangan tangan
dan lain-lain sama dengan keluhan patah tulang pada umumnya.
Hadirin yang kami muliakan
Banyak
faktor risiko yang berhubungan dengan osteoporosis seperti riwayat patah tulang
sewaktu dewasa, etnis, usia, gender, dementia, kesehatan kurang baik, kurus,
perokok, peminum alcohol, kekurangan estrogen, makan kurang kalsium, sering
jatuh, kurang olah raga, genetik dan sebagainya. Oleh karena itu lansia
mempunyai risiko terjadi osteoporosis dan osteoporosis itu sendiri berisiko
akan patah tulang dan ini akan terulang kembali selama sisa hidupnya sehingga
berdampak kematian (Lane et al 2000). Risiko osteoporosis pada lansia pernah
dilansir oleh badan kesehatan internasional atau Word Health Organization yang memperkirakan 15% wanita kulit putih post-menopause di Amerika Serikat dan 35% populasi berusia
lebih 65 tahun mengalami osteoporosis atau sebanyak 6000 wanita mengalami
osteoporosis sedangkan penderita osteopenia sebanyak 15000. Berdasarkan
beberapa publikasi dapat disimpulkan bahwa usia di atas 50 tahun mempunyai
risiko patah tulang sebesar 50% pada wanita dan 35% pada pria akibat osteoporosis
(O’Keefe, 2001). Adapun risko patah tulang pada lansia yang mengalami
osteoporosis menurut penelitian Klotzbuecher et al pada tahun 2000 secara
epidemiologi potong lintang (cross
sectional epidemiological study) yang merupakan penelitian prospektif
menyimpulkan ada korelasi antara osteoporosis dan risiko peningkatan patah
tulang. Usia juga memberikan kontribusi terhadap faktor risiko patah tulang terutama
pada wanita dan pria pada usia dekade tujuh dan delapan. Patah tulang di daerah
pangkal paha (hip fracture), patah
pertrokhanter (trochanteric fracture)
maupun subtrokhanter (subtrochanter
fracture) merupakan kejadian yang serius akibat peningkatan usia dan akan
mencapai 5% setiap tahun selama perjalan hidup setelah decade ke Sembilan pada
penderita wanita dan pria yang mengalami osteoporosis. Antara tahun 1990 dan
1996 jumlah lansia yang mempunyai risiko patah tulang daerah pangkal paha
diperkirakan akan mengalami peningkatan senanyak 31% yaitu 390.000 penderita
setiap tahun atau 934 penderita per 100.000 populasi lansia. Jumlah ini akan
terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Penderita patah tulang
osyeoporosis berisiko menderita patah tulang kembali dua kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami patah tulang, sedangkan
mereka yang pernah mengalami patah tulang pergelangan tangan, atau patah tulang
pangkal paha dan humerus proksimal atau pergelangan kaki akibat trauma ringan
mempunyai risiko empat kali lipat patah tulang kembali nantinya. Penderita
osteoporosis dengan patah tulang belakang mempunyai risiko lima kali lipat
untuk mengalami patah tulang dan dua kali lipat patah tulang pangkal paha serta
tulang belakang tambahan lainnya (Lorich et al 2004). Penderita osteoporosis
dengan patah tulang pergelangan tangan maupun kedua sisi akan mempunyai risiko
patah tulang pangkal paha sebanyak dua kali lipat dibanding pada penderita
dewasa muda. Kejadian ini dapat diterangkan bahwa penderita patah tulang
pangkal paha umumnya dimulai dengan kejadian patah tulang pergelangan tangan 15
tahun sebelumnya, sehingga patah tulang pergelangan tangan tersebut merupakan
untuk melakukan pemeriksaan osteoporosis (Dreinhofer et al 2004; Wigderowitz et
al 2003). Penelitian oleh Freedman et al (2000) pada lansia dengan patah tulang
pergelangan tangan yang menjalani pemeriksaan densitas tulang pada sisi sehat
menunjukkan penurunan massa tulang sekitar 96.7% dan mereka menyimpulkan bahwa
patah tulang pada penderita tersebut tidak perlu lagi pemeriksaan densitas dan
segera diberikan pengobatan osteoporosis. Penderita lansia dengan patah tulang
pangkal paha mempunyai risiko patah tulang pangkal paha kontralateral sebesar
10.6%.
Hadirin yang kami muliakan
Probobilitas
wanita kulit putih usia 50 tahun untuk menderita patah tulang di sisa hidupnya adalah
49% dan risiko kematian pada penderita patah tulang pangkal paha (motality rate) setiap tahun sebesar
12-20% untuk wanita, biasanya akibat kondisi komorbid atau penyakit penyerta.
Adapun mortalitas pada pria lebih tinggi dibanding wanita yaitu berkisar 25-30%
untuk semua patah tulang pangkal paha. Perlu diketahui bahwa patah tulang
pangkal paha, tulang belakang dan pergelangan tangan pada wanita kulit putih di
Eropa hanya sebesar 40%.
Bila
kita tinjau distribusi patah tulang osteoporosis di negara maju seperti di
Amerika Serikat terdapat 3.5 juta penderita patah tulang setiap tahun yang
terdiri dari 250.000 patah tulang pangkal paha, 700.000 patah tulang belakang,
dan 250.000 penderita patah tulang pergelangan tangan akibat osteoporosis dan
sebagainya (Riggs and Melton, 1992). Di Eropa diperkirakan sebanyak 970.000
penderita patah tulang pangkal paha pada usia 50 tahun. Peningkatan ini
disebabkan oleh pertambahan usia pada populasi dengan asumsi bahwa tidak
terjadi perubahan kesehatan pada lansia atau pencegahan terhadap kejadian patah
tulang. Jumlah penduduk di Indonesia belum mempunyai data terkini tapi bila
kita analisis jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 210 juta dengan lansia diperkirakan 100 juta
berati terdapat osteoporosis sebanyak 15% yaitu sebesar 15 juta, maka patah
tulang osteoporosis berjumlah 7.5 juta setiap tahun atau patah tulang pangkal
paha sebesar 375.000 penderita setiap tahun.
Hadirin yang kami muliakan
Patah
tulang osteoporosis merupakan bencana sosial maupun individual. Biaya
pengobatan patah tulang osteoporosis diperkirakan tiga sampai delapan kali pada
tahun 2030. Biaya tersebut akan menghabiskan sebesar 131.5 milyar dolar Amerika
pada tahun 2050 (Cumming et al 1999). Di Amerika Serikat pada tahun 1990
Departemen Kesehatan disibukkan oleh biaya pengobatan patah tulang pangkal paha
yang dikeluarkan oleh Badan Ansuransi maupun individu sebesar 13.1 milyar dolar
Amerika setiap tahun. Oleh karena itu Badan Kesehatan disana bekerja sama
dengan perkumpulan American Academy of
Orthopaedic Surgeon (AAOS) melakukan kampanye untuk mencegah jatuh pada
lansia (fall prevention) melalui
media elektronik dengan latihan-latihan ringan seperti jogging atau berjalan kaki agar keseimbangan tubuh mereka tetap
terjaga (Curl et al 2000). Setelah lima tahun kemudian ternyata kampanye
tersebut dapat menurunkan separoh biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan patah
tulang pangkal paha akibat osteoporosis. Penelitian oleh Haentjens et al (2001)
di Belgia di 4 Rumah Sakit pendidikan tentang biaya yang dikeluarkan oleh
penderita lansia dengan patah tulang pangkal paha secara prospektif
memperlihatkan bahwa biaya pengobatan tiga kali lipat lebih besar dari biaya
yang tidak mengalami patah tulang. Bila kita hitung di Negara kita biaya
pengobatan satu orang penderita patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis
diperkirakan Rp. 5.000.000.00 dengan asumsi jasa dokter gratis maka total yang
dikeluarkan adalah 375.000 kali 5 juta rupiah menjadi 1.875 triliun rupiah
setiap tahun. Apabila kemiskinan berjumlah 40% maka biaya untuk masyarakat
tidak mampu sebesar 750 milyar rupiah setiap tahun dan ini perlu di subsidi
oleh pemerintah atau masyarakat peduli. Disamping itu kita harus memperhatikan
dampak penurunan kualitas hidup penderita patah tulang pangkal paha dan tulang
belakang karena 4% penderita tersebut akan meninggal sewaktu peratan di Rumah
Sakit dan 10-24% terjadi dalam satu pertama. Separoh dari penderita patah
tulang tersebut akan kehilangan fungsi atau morbiditas sehingga tidak akan
mencapai mobilitas seperti semula. Mereka menjadi cacat (handicapped), tidak dapat berjalan atau naik tangga tanpa alat
bantu dan 25% akan membutuhkan perawatan rumah. Banyak pernderita kehilangan
kemampuan untuk mandiri dan mengalami ketergantungan pada bantuan orang lain.
Hadirin yang kami muliakan
Masalah
lain pada lansia adalah terlambatnya penegakkan diagnosis osteoporosis dan
itupun sering terlupakan oleh para ahli bedah orthopaedi. Seperti publikasi
Dreinhover et al (2004) terhadap patah tulang pangkal paha sendiri berkisar 11%
sampai 18% pada wanita sedangkan patah tulang belakang diperkirakan dua sampai
tiga kali lebih banyak dari patah tulang pangkal paha, tetapi hanya sepertiga
saja yang terdiagnosis. Sering terjadi kelalaian dokter dalam menegkkan
diagnosis dan pengobatan osteoporosis. Penderita lansia dengan patah tulang
yang tidak terdiagnosis adalah sebanyak 95% lebih, akibatnya hanya beberapa
penderita saja yang mendapat pengobatan yang memadai. Menurut laporan Gardner
et al. (2002) ada 19.3% dari 300 penderita patah tulang pangkal paha yang
menerima resep dokter untuk pengobatan osteopenia sewaktu dirawat di Rumah
Sakit dan 13.3% mendapat pengobatan dengan kalsium, tetapi hanya 6% yang
mendapat pengobatan untuk mencegah resorpsi tulang untuk pengobatan osteoporosis
dan siasnya 81% tidak mendapat pengobatan maupun pemeriksaan DEXA sewaktu
dirawat di Rumah Sakit. Pada analisis terhadap 1164 penderita patah tulang
pergelangan tangan yang telah diperiksa dan diberikan tindakan ternyata hanya
2.8% penderita menjalani pemeriksaan DEXA dan 22.9% yang menerima pengobatan
osteoporosis sewaktu mereka dirawat (Freedman et al, 2000; Torgerson et al.
1998). Publikasi lain terhadap patah tulang osteoporosis menunjukan bahwa pada
umumnya penderita tidak mendapat pengobatan osteoporosis dan hanya 39%
penderita patah tulang belakang mendapat pengobatan obat antiresorpsi,
sedangkan penderita patah tulang pangkal paha tidak mendapat obat samasekali.
Survei berikutnya mempublikasikan hanya 12.5% penderita dikirim untuk pemeriksaan
DEXA dan hanya 10.7% penderita diberikan pengobatan osteoporosis. Sekarang
dengan kampanye “ The Bone and Decade
dan the International Osteoporosis
Foundation (IOF)” telah dimulai survei secara multinasional pada penderita
osteoporosis di Inggris, Jerman, Spanyol, Italia, Perancis dan New Zealand.
Sejumlah 3422 atau 25% anggota assosiasi ahli bedah orthopaed di Negara-negara
tersebut merespon terhadap survei tersebut. Mereka melakukan pengobatan atau
tindakan operasi terhadap penderita patah tulang osteoporosis rata-rata
sebanyak 54.000 setiap bulan dan hanya 30.000 penderita mendapatkan obat untuk
osteoporosis. Sebagian besar dari mereka menjawab dan percaya bahwa ahli bedah
orthopaedi harus mengidentifikasi setiap penderita yang mengalami patah tulang
osteoporosis pada lansia dan ternyata hanya pada 10% pendeita saja dilakukan
pemeriksaan densitas tulang setelah operasi. Di Inggris dan Perancis ternyata
70-90% dokter ahli bedah orthopaedi mengirim penderita dengan kemungkinan
osteoporosis ke dokter spesialis osteoporosis, sementara di Jerman dan Itali
lebih dari 80% dokter memulai peeriksaan dan mengobatinya. Umumnya, mereka
mengatakan bahwa mereka kurang atau tidak mendapatkan pendidikan osteoporosis
yang memadai. Sebagain besar ahli bedah orthopaedi di Jerman dan Spanyol merasa
kompeten memberikan resep kalsium atau vitamin D dan bisphosphonate. Separoh
dari jumlah orthopaedi di Eropa Selatan mengetahui pentingnya faktor risiko
eksternal patah tulang pangkal paha seperti katarak pada mata, penerangan yang
tidak memadai, tersandung akibat karpet melipat, lantai kamar mandi yang licin
dan gangguan kesimbangan. Umumnya ahli bedah orthopaedi dari Negara-negara di atas
merkomendasikan pentingan pemeriksaan densitas tulang dengan DEXA pada setiap
wanita usia 50 tahun tanpa faktor risiko atau patah tulang osteoporosis.
Kesimpulannya, perlu adanya pendidikan berkelanjutan dan keterampilan (continuing education) untuk osteoporosis.
Untungnya, kenanyakan ahli bedah orthopaedi di semua Negara merasa tertarik
untuk belajar secara masal mengenai diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis
serta hubungannya dengan patah tulang (Feldstein et al. 2003).
Hadirin yang kami muliakan
Pengobatan ideal untuk osteoporosis pada
lansia adalah mencegah resorpsi tulang akibat peningkatan aktifitas sel
osteoklas dan menstimualsi pembentukan tulang oleh sel osteoblast. Pengobatan
osteoporosis dengan menggunakan derivate bisphosphonate paling efektif untuk
menghambat kejadian resorpsi tulang, sehingga derivate tersebut dapat berfungsi
untuk pengobatan maupun pencegahan osteoporosis. Pemakaian obat ini dapat
mengurangi risiko patah tulang pangkal paha sebanayak 60%, namun sangat
tergantung pada macam bisphosphonate itu sendiri (Rodan et al. 2003). Obata
Alendronate sangat bermanfaat untuk patah tulang belakang penderita lansia dan
dapat menurunkan angka kejadian sebesar 84% (Mochida et al 2002). Peningkatan
massa tulang vertebra pada pemakaian bisphosphonate dapat meningkatkan densitas
tulang rata-rata 11-14% selama 7-10 tahun. Bisphosphonate dapat menghambat
aktifitas osteoklas sehingga dapat menjaga massa tulang. Obat ini dipasarkan
dalam bentuk alendronate, risedronate dan paling terbaru adalah pamidronate.
Penelitian alendronate secara perspektif selama 5 tahun menghasilkan penurunan
risiko patah tulang osteoporosis sebanyak 50% (Cumming et al 1998). Penelitian
risedronate menunjukan bahwa obat ini dapat mengurangi risiko patah tulang
pangkal paha pada lansia osteoporosis (lung, 1996). Efek tidak menyenangkan
pada pemakaian alendronate adalah radang
oada saluran pencernaan bagian atas tetapi dapat hilang bila pemakaian
dihentikan.
Penobatan
osteoporosis dengan kalsium sangat bermanfaat karena dapat mengurangi
kehilangan massa tulang di daerah pangkal paha pada wanita postmenopause. Serum
vitamin D menurun sesuai dengan pertambahan usia terutama bila tidak mendapat
sinar matahari. Kulit akan mengalami penurunan kapasitas produksi vitamin D. Kekurangan
vitamin D dapat juga disebabkan oleh makanan yang tidak mengandung vitamin
tersebut sehingga terjadi penurunan massa tulang. Penelitian Chapuy et al
(1992) menyimpulkan bahwa vitamin D dapat menurunkan angka kejadian patah
tulang pangkal paha sebanyak 43% dan pemberian kalsium kombinasi dengan vitamin
D 700 IU setiap hari dapat mengurangi kehilangan massa tulang di femur dan
tulang belakang.
Pengobatan
dengan menggunakan hormone estrogen (estrogen replacement) sangat bermanfaat
pada wanita postmenopause guna mencegah patah tulang osteoporosis karena dapat
menurunkan risiko patah tulang sebesar 25%. Pengobatan dengan hormone mempunyai
risiko karsinoma mammae dan karsinoma jaringan kandungan oada wanita (uterus),
thromboemboli bahkan beberapa wanita tidak toleran terhadap obat ini.
Penggunaan
hormone kalsitonin atai miakalsin secara intranasal dapat mengobati
osteoporosis, disampaing itu obat tersebut mempunyai efek menghilangkan nyeri.
Penelitian memperlihatkan efek pencegahan kehilangan massa tulang di pangkal
paha dengan adanya peningkatan alkaline phosphatase dan osteokalsin pada hari
ke 15 setelah setalah trauma. Peningkatan juga terjadi pada hari ke 90 pasca
operasi dan peningkatan massa tulang didaerah pangkal paha pada hari 15, 45 dan
90 setelah trauma.
Penggunaan
raloxifene (selective estrogen-receptor agonist) dapat mengaktifkan reseptor
estrogen pada jaringan tulang dan menghambat resorpsi tanpa menstimulasi uterus
dan juga mengurangi risiko patah tulang osteoporosis pada tulang belakang (Ettinger
et al, 1999).
Tindakan operasi
pada patah tulang osteoporosis sangat bervariasi tergantung lokasi, tipe patah
tulang, pemakaian implant, derajat keparahan dan kerapuhan tulang serta pengalaman
ahli bedah orthopaedi yang melakukan operasi. Banyak desain implant yang dibuat
oleh para pakar ager tercapai stabilisasi patah tulang osteoporosis sehingga
penderita dapat melakukan mobilisasi awal dan fungsi optimal tercapai. Namaun
tindakan fiksasi dengan menggunakan bermacam-macam implan masih kontroversial.
Selain itu perlu diketahui bahwa tidak ada satu desain yang lebih baik dari
desain lainnya. Akhir-akhir ini, penggunaan fiksasi luar jauh lebih berhasil
guna daripada penggunaan fiksasi dalam seperti sliding screw pada patah tulang osteoporosis di daerah
pertrokhanter (Lorich et al. 2004).
Hadirin yang kami muliakan
Pertanyaan
sekarang adalah, bagaimana meningkatkan perawatan pada penderita patah tulang
osteoporosis. Pertama, hasil tindakan pembedahan harus diikuti penilaian yang
tepat dengan standar perawatan. Patah tulang osteoporosis harus tercatat dan
dimonitor seberapa besar permasalahannya. Penilaian terapi akan berhasil guna
apabila ada perencanaan yang memadai. Kedua adalah dibutuhkannya metode
penelitian untuk penatalaksanaan patah tulang terutama angka kejadian dan
kesulitanan pembedahan. Ketiga, kita membutuhkan perbaikan penatalaksanaan
farmakologi dan penatalaksanaan umum untuk pencegahan primer dan sekunder. Kita
juga membutuhkan perkembangan teknik operasi baru dan atau teknik biologi
seluler pada penyembuhan patah tulang osteoporosis. Keempat adalah pendidikan
tentang osteoporosis untuk ahli bedah orthopaedi dan dokter umum, karena
sebagian besar dari mereka mempunyai pengetahuan yang kurang memadai tentang
hal ini. Oleh karena itut, dibutuhkan perbaikan dalam praktek mereka sebagai
pelatihan berkelanjutan (postgraduate training). Sekarang ini di Negara maju
sedang diintensifkan penurunan angka kejadian patah tulang osteoporosis
berikutnya serta pengembangan standar pelayanan. Pencegahan patah tulang
osteoporosis berikutnya didasarkan pada tiga aspek yaitu: 1. Pengobatan
osteoporosis, 2. Mencegah jatuh, 3. Menggunakan proteksi panggul (hip protector), 4. Standar pelayanan
harus sudah tersedia dan merupakan modal yang sangat berguna pada asosiasi ahli
bedah orthopaedi nasional sebagai rujukan pada ahli bedah orthopaedi di daerah.
Inggris sudah mempunyai standar pelayanan dengan judul “The Care of Fragilirity Fracture Patient” yang dicetak oleh the British Orthopaedic Association”. Yang
terakhir, pelayanag secra professional dan perkembangan penggunaan standar
pelayanan yang multidisipliner. Dalam konsep patah tulang osteoporosis
diperlukan perawat yang menguasai standar pelayanan sebagaimana di beberapa
Negara maju. Setiap pendeita osteoporosis yang telah menjalani perawatan dari
rumah sakit perlu mendapat penjelasan mengenai pencegahan jatuh dan pertnayaan
yang jelas seperti diagnosis osteoporosis, keparahan kondisi tersebut, kapan
diperlukan pemeriksaan densitas tulang DEXA dan waktu pemberian kalsium,
vitamin D, olah raga dan resep obat untuk pengobatan osteoporosis tersebut.
Hadirin yang kami muliakan
Dari
uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa: 1. Lansia berrisiko terjadi
ostroporosis dan osteoporosis adalah pengeroposan tulang secara progresif dan
berpotensi terjadi fraktur. 2. Patah tulang osteoporosis merupakan bencana
sosial luar biasa pada masyarakat karena penigkatan biaya pengobatan dan atau
perawatan serta menurunkan kualitas hidup. 3. Diagnosis osteoporosis sering
terlupakan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan ahli bedah orthopaedi
terkonsentrasi pada masalah patah tulang pada penderita lansia. Oleh karena
itu, perlu ada pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (continuing education).
4. Pencegahan osteoporosis jauh lebih efektif daripada pengobatan dan harus
dimuli sejak masa kanak-kanak dengan memenuhi kebutuhan kalsium dalam komposisi
makanan mereka, olah raga teratur dan mencegah jatuh agar tidak terjadi patah
tulang dan jangan lupa mendapatkan sinar matahari selama setengah jam. 5. Para
dokter di daerah harus punya standar pelayanan kesehatan nasional mengenai
osteoporosis. 6. Setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai
osteoporosis, apalagi jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan menjaga kesehatan
mata, jantung dan fungsi organ lainnya. 7. Perlu penekanan kurikulum
osteoporosis secra khusus pada pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran. 8. Lansia
harus diberi motivasi kegairahan hidup yang baik dan bermanfaat untuk
masyarakat di sekitarnya, sesuai dengan hadis nabi: “Khoirunnaasi anfa’uhum
linnaas” yang artinya: Sebaikbaik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia
lain; “ightanim khomsan qobla khomsin” (rebutlah 5 perkara sebelum datang 5
perkara), yang salah satunya adalah “Sabahaka qobla haramika” (usia mudamu
sebelum datang usia tuamu). Lansia dalah proses fisilogis yang mesti kita lalui
sekarang ini tidak dapat kita elakkan tapi jangan mendapatkan osteoporosis
dengan cara meningkatkan kesehatan diri kita masing-masing agar hidup yang sisa
ini dapat berguna bagi masyarakat di sekitar kita terutama di dunis pendidikan
yang kita geluti bersama. Maka dari itu, mari kita berdoa bersama-sama di dalam
lubuk hati kita masing-masing yang paling dalam yaitu dengan membaca “Allohumma
inni a’udzubika min arzalil’umur” Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dari
pikunnya umur kepadaMU, amin ya rabbil alamin.
Hadirn yang kami muliakan
Di
penghujung pidato pengukuhan ini perkenankanlah kami mengungkapkan rasa syukur
kepada Allah Yang Maha Asih dan Tak Pilih Kasih serta Maha Penyayang yang Tak
Pilih Sayang atas ridho, taufik, rahmat dan hidayah-MU yang selalu mengalirkan
anugerah-MU berupa kesempatan, kemampuan, seta bimbingan kepada kami untuk
mencapai jabatan tertinggi di bidang akademik ini. Hanya dengan izin-MU semata,
kami dapat menghadapi tantangan dan mengatasi cobaan yang dapat menghambat
ataupun menghalangi cita-cita kami untuk menjadi Guru Besar, baik yang datang
dari diri kami sendiri maupun dari lingkungan.
Pada kesempatan
ini pula perkenankanlah kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang setinggi-tinggi kepada Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini kepada
Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan dan mengangkat
kami sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Bedah khususnya Bedah Orthopaedi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Penghargaan dan ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada Rektor, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat
Akademik Universitas Gadjah Mada. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Prof Dr. dr. Hardyanto Soebono SpKK
beserta staf dan Senat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah
menyetujui dan mengusulkan kami pada jabatan yang tertinggi dan mulia ini yaitu
sebagai Guru Besar. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada pendiri
dan pejuang tanpa tanda jasa Universitas Gadjah Mada di mana kami mengabdi,
serta iringan doa agar beliau semuanya diterima segala amalnya dan diberi
tempat yang mulia di sisi-MU. Amin ya robbal alamin.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Almarhum dr. H. Joedono yang telah menerima
kami sebagai asisten di Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
dan kepada Almarhum Prof. Ramlan Moechtar yang telah memberikan kesempatan kepada
kami sebagai asisten di Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
dan mengirim kami ke L’universite de Paris, Raymond Poincare Hospital, di Paris
untuk belajar ilmu bedah orthopaedi. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih
kepada Almahum dr, Soeprandjono SpOT yang telah rela memberikan kesempatan
kepada kami untuk mengabdi di bidang Ilmu Bedah Orthopaedi di Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
Almarhum di. R. Soedibyo Prodjopoerwoko yang telah mengirim kami untuk
menyelesaikan Bedah Orthopaedi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Alein Patel di Hosptal Raymond
Poincare, Garches-Paris, Prof Tomisha Kosino di Bagian Orthopaedi Yokohama-Jepang,
Prof. Hamphling di Mornue-Munchen, Jerman dan Almarhum Prof. H. Soelarto
Reksoprodjo SpB, SpOT beserta staf subbagian bedah orthopaedi RSCM-FKUI Jakarta
dalam mendidik kami menjadi spesialis bedah orthopaedi.
Ucapan
terima kasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada Direktur utama, Dewan
direktur, staf karyawan, residen bedah, mahasiswa kepanieraan klinik, perwata
dan pasien di RS Dr Sardjito yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
melakukan pelayanan kesehtan terutama di bidan bedah orthopaedi sebagai
perwujudan Tri Dharma Tinggi, sehingga kami mampu mencapai jenjang Guru Besar.
Kepa para teman sejawat dan staf pendudkung di bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada beserta staf medis fungsional dan sekretaris bedah
orthopaedi dan traumatologi RS Dr. Sardjito, saudari Sri Purwanti dan saudara
Proyudi sebagai sektaris di unit kami, tak lupa kami ucapkan terima kasih atas
dorongan serta pengorbanannya dalam rangka meniti jabatan yang mulia ini.
Ungkapa terima kasih kami haturkan kepada guru kami di SR Negeri Pesisir
Selatan Sumatera Barat, SMP Muhammadiyah IV Wirobrajan, Jogjakarta, SMA
III-Padmanaba, Jogjakarta dan para dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada yang telah mendidik kami sehingga menjadi Guru Besar di Universitas yang
kami cintai ini.
Hadirin yang kami muliakan
Pada
kesempatan yang sangat berbahagia ini, perkenankanlah kami menghantarkan
sungkem di telapak kaki ibunda sebagai rasa terima kasih kami atas iringan doa
yang tulus serta petuah ibunda sejak menmpakkan kaki di depan rumah untuk
merantau agar dapat mengubah nasib dan menggeluti ilmu di dunia pendidikan, dan
juga kepada almarhum ayahanda yang selalu mewanti-wanti kami dalam mengarungi
hidup di dunia ini. Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan dan dosanya
dan melimpahkan pahala serta memberikan tempat yang mulia di sisi-MU. Kepada
kakak-kakak dan adik-adik kami tidak dapat melupakan kecerian dan canda yang
telah memberikan spirit bagi kami dalam meningkatkan ilmu yang kami dalami
sehingga kami dapat mencapai tingkat yang tertinggi ini. Terima kasih juga kami
haturkan kepada almarhuma mertu kami Nengah Purni dan bapak mertu Wayan Rawes
atas pengertian yang diberikan kepada kami.
Kepada
istri yang tercinta Nyoman Rapiani tiada kata yang dapat mengungkapkan secara
penuh dan utuh untuk mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan
kepadamu. Tak ada bumi yang tidak disiram hujan, semua itu tidak lepas dari
kesalahan dan kekhilafan saya dalam mengurungi rumah tangga, namun dengan
bangga engkau memaafkan dengan jujur. Pengertian, dorongan semangat, cinta kasih,
pengorbanan dan koreksimu tidak dapat saya lupakan. Engkau telah mengantarkan
kita ke singgasana kebesaran di ruang ini dengan pengorbananmu, sesuai dengan
keputusan Menteri Pendidikan tanggal 1 Maret 2005. Kepada anak-anak kami
Andrianti SE, MM, Ratih Yulianti S kehut, Arief Prasetyo, Mech. Engg &
Master Engg dan Khresna Adi Satrio SE kami ucapkan terima kasih atas
pengorbanan, kasih saying dan doa kalian semuanya. Menantu kami Agung Laksana S
Arst, Yuli Budi Winantyo SE, M.SC dan Susanna Agustin Mech. Engg & Master
Engg, kehadiranmu semua telah menmbah kehangatan dan kecerian tersendiri dalam
keluarga kami. Cucu-cucu kami Sekar Fadhila Diyanti Winantyo, Satrio Muhammad
Raafid dan Raditya Rafa Putra Prasetyo telah melengkapi kecerian dalam keluarga
kami. Masih banyak terima kasih kami yang harus haturkan dalam pidato
pengukuhan ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf
sebesar-besarnya.
Hadirin yang kami muliakan
Dengan
mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alamien kami mengakhiri pidato pengukuhan di
pagi hari ini. Atas perhatian dan kesabaran pada hadirin dalam mengikuti pidato
ini, dari awal sampai akhir kami menghaturkan terima kasih. Semoga Allah SWT
melimpahkan rahmat, taufik hidayah dan inayahNya kepada kita sekalian. Di atas
mimbar inin kami mohon maaf atas kekurangan maupun kesalahan dalam menyampaikan
pidato pengukuhan kami. Semoga Allah Yang Pengasih dan Penyayang selalu
membimbing kami ke jalan shirtalmustaqim yang diberkahi dan diridhoiNya, Amin
ya rabbal ‘alamin
Wabillahi taufik
wal hidayah,
Wassalamu ‘alaikum
wa rahmatullahi wa barakatuh
No comments:
Post a Comment