Thursday, September 8, 2016

INFORMED CONSENT

INFORMED CONSENT
(Pada Kelainan Orthopaedi dan Traumatologi)


PENDAHULUAN

Maraknya atau banyaknya ketidakpuasan (unsatisfaction) pasien serta permasalahan hukum yang dihadapi dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan sistem lokomotor maka perlu menjadi perhatian atau mengingat kembali masalah informed consent, etika kedokteran dan profesionalisme. Persetujuan atau informed consent pengobatan atau pembedahan kepada pasien adalah keharusan sebelum dilakukan tindakan. Kelemahan atau kesalahan mendapatkan informed consent dapat menimbulkan masalah hukum (legal action). Pasien mempunyai hak menolak pengobatan atau tindakan pembedahan yang akan direncanakan Oleh sebab itu, informed consent adalah persetujuan pasien dalam kondisi sadar terhadap pengobatan atau tindakan pembedahan sistem lokomotor setelah mendapatkan informasi tujuan, metode atau prosedur, keuntungan dan kerugian yang akan didapatkannya.   

Pada tulisan ini kami mencoba mengingatkan kembali tentang informed consent,   etika kedokteran (bioethics) dan profesionalisme dokter, residen atau ahli bedah orthopaedi dan traumatologi pada pelayanan kesehatan sistem lokomotor tanpa mengabaikan hak pasien.

INFORMASI KELAINAN SISTEM LOKOMOTOR

Informasi kelainan sistem lokomotor merupakan materi diskusi atau komunikasi yang dijelaskan oleh dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi kepada pasien seperti:
a.      Diagnosis dan perencanaan terapi atau prosedur pembedahan kelainan sistem lokomotor dengan hasil akhir atau luaran (outcome) terbaik yang direkomendasi oleh dokter. Informasi tersebut termasuk keuntungan, risiko atau sesuatu yang tidak menyenangkan atau kerugian, prosedur alternatif atau luaran bila tidak dilakukan manajemen tersebut.
b.      Perkiraan lama waktu pengobatan atau pembedahan pada kelainan sistem lokomotor yang diperkirakan dengan deskripsi yang jelas dan rinci
c.       Persetujuan atau informed consent oleh pasien setelah informasi tersebut di atas disampaikan tanpa paksaan dan pasien sadar serta kompeten memahaminya  

Informed consent pada kelainan sistem lokomotor merupakan proteksi dan keamanan pasien (patient safety and protection) dengan maksud (a) penguasaan diri atau self-governance, (b) merealisasi diri atau self-realization dan (c) pasien mempunyai hak untuk menentukan (actual autonomy). Untuk mendapat informed consent perlu membicarakan hak dan karakter seorang dokter dan pasien


A.      DOKTER

1.      Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi harus harus seorang komunikator

a.      Pelayanan kesehatan kelainan sistem lokomotor oleh dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi kepada pasien harus didasarkan diagnosis yang tepat. Untuk mencapai diagnosis tersebut memerlukan analisis data yang objektif dan tepat seperti data riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, tes klinis khusus, serta pemeriksaan tambahan atau investigasi. Kesemuanya membutukan pengetahuan komunikasi medis antara dokter dan pasien. Sehingga komunikasi di bidang kedokteran adalah keberhasilan penyampaian pesan oleh dokter kepada pasien atau sebaliknya. Apabila pesan tersebut tidak sampai kepada pasien dalam arti tidak dapat dipahaminya maka dokter tersebut bukan seorang komunikator.   Oleh sebab itu, tujuan komunikasi sebagai berikut:

  • Mendapatkan persetujuan atau informed consent
  • Mengumpulkan data pasien (identitas dan klinis) kemudian melakukan analisis untuk mencapai diagnosis
  • Melakukan pendidikan kepada pasien (patient education) terhadap penderitaan, pengobatan sesuai dengan harapan yang dicapai dengan segala risikonya.
  • Menyampaikan berita atau diagnosis kelainan sistem lokomotor yang tidak menyenangkan yang disebut delivery “bad news”

b.      Implementasi manajemen harus berdasarkan persetujuan pasien yang disebut informed consent. Untuk mendapatkan informed consent tersebut dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi memerlukan komunikasi, diskusi, atau saling bertukan pandangan (sharing) dari opsi yang terbaik dan disukai pasien.

2.      Dokter adalah seorang yang menjalankan tugas berdasarkan etika kedokteran dan profesional

Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi selalu berorientasi manajemen yang terbaik dan disetjui oleh pasien. Oleh sebab itu dokter tersebut harus:
a.      Menjalankan etika kedokteran yaitu mempunyai alasan moral dan melakukannya secara profesional. Etika kedokteran (medical ethic/bioethics) artinya:

  • Dokter harus mempromosikan tujuan manajemen dan meminimalisir kesalahan yang dapat terjadi.
  • Dokter adalah seorang yang dapat dipercaya dan akuntabel
  • Dokter mandapatkan kepercayaan masyarakat atau public support terhadap manajemen yang akan direncanakan
  • Dokter harus memberikan pelayanan multidisiplin terhadap kasus-kasus yang sulit, dan
  • Dokter selalu mempunyai karakter sosial.

b.      Mempunyai moralitas dan normatif yang mampu membedakan buruk dan baik atau benar dan salah yang dilakukannya kepada pasien

Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi selalu memberikan pelayanan kesehatan sistem lokomotor dengan karakter etika kedokteran seperti:

  • Dokter harus berorientasikan azas manfaat (beneficence) dan menjauhi malaficence yang artinya “do no harm”. Contoh seorang pasien menderita kelainan sistem lokomotor dapat dilakukan manajemen konservatif atau pembedahan. Apabila luaran (hasil akhir) kedua prosedur tersebut sama maka dokter atau residen/ahli orthopaedi dan traumatologi yang profesional, beretika, dan bermoral menganjurkan atau merekomendasikan terapi konservatif yang didasari azas manfaat tadi dan tidak memberatkan pasien (“do no harm”).
  • Dokter harus menghormati hak pasien atas penentuan pilihan setelah mendapatkan penjelasan informasi kelainan sistem lokomotor tersebut di atas. Oleh karena itu manajemen yang akan dilakukan berdasarkan penilaian dan kepercayaan pasien, dan
  • Dokter harus memberikan pelayanan yang berkeadilan.

B.      PASIEN

Pasien harus mampu menilai persyaratan informed consent seperti:
a.      Pasien atau dia mempunyai kapabilitas dan kompeten memahami informasi yang diberikan dokter seperti umur sudah dewasa dan sadar. Dia tidak menderita gangguan mental, intelektual, dementia, dan kerusakan otak.

b.      Pasien mampu memahami materi informasi kelainan sistem lokomotor yang telah disampaikan oleh dokter karena informasi tersebut jelas dan rekomendasi perencanaan pengobatan atau tindakan pembedahan diterangkan secara komprehensif. Informasi tersebut juga disampaikan komplit dan ilmiah (knowledgeable) serta tanpa paksaan.

c.       Bahasa pasien sama dengan bahasa dokter sewaktu menyampaikan informasi tersebut. Bila tidak maka harus memakai interpreter yang dapat memahami terminologi kedokteran seperti perawat.

d.      Rekomendasi perencanaan manajemen atau pembedahan sistem lokomotor oleh dokter adalah kesukaan pasien (penentuan perencanaan terbaik) dan pasien mempunyai wewenang menerima atau menolak perencaan tersebut

PROSEDUR MENDAPATKAN INFORMED CONSENT

Komunikasi atau diskusi dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi dengan pasien pada penyampaian informasi kelainan sistem lokomotor sangat penting untuk mendapatkan informed consent. Diskusi informasi tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten. Ada dua macam materi informasi tentang kondisi kelainan (illness) sistem lokomotor pasien yang berbeda dalam berkomunikasi dan berdiskusi tapi pada prinsipnya adalah sedikit sama, yaitu:
a.      Diagnosis kelainan sistem lokomotor dengan prognosis fungsi baik
b.      Diagnosis kelainan sistem lokomotor dengan prognosis fungsi tidak baik atau cacat sampai kematian atau disebut “bad news

Materi informasi keparahan penyakit sistem lokomotor dengan prognosis jelek, cacat sampai kematian merupakan “bad news” atau berita yang tidak menyenangkan. Komunikasi dan diskusi antara dokter dengan pasien pada berita tersebut dapat menyebabkan pasien secara drastis dan negatif terhadap masa depannya sehingga dapat menimbulkan defisit kognitif.

Ada tiga macam berita kelainan sistem lokomotor tidak menyenangkan (bad news) yang perlu diketahui oleh dokter seperti:
1.      Pasien menghadapi kematian (end of life) atau mati contoh hypovolemic shock akibat pembuluh darah rusak bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya dapat berakhir irreversible dan kematian. Contoh lain adalah crush syndrome sehingga terjadi kerusakkan ginjal akibat toksin rhabdomyolisis, dan lain-lain.
2.      Penyakit kronis karena bermasalah biaya pengobatan yang lama dan mahal, waktu, sosial, psikologi pasien, dan dampak negatif pada pasien dan keluarganya. Contoh tetraplegia permanen akibat trauma daerah tulang leher, paraplegi akibat kelainan daerah lumbal, dan lain-lain.
4.      Informasi yang tidak menyenangkan atau Unfavorable medical information. Contoh: Perthes’ disease grade 3 dan 4 yang berakhir kerusakkan kaput femoris, dan lain-lain.


Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi yang kompeten harus memberikan informasi kelainan sistem lokomotor dan berdiskusi kepada pasien dan keluarganya sebagai berikut:

1.      Pertama adalah persiapan (setting-up):
Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi menilai atau menentukan tingkat pendidikan pasien, adat istidat/kultur masyarakat atau agama pasien, dan bahasa yang digunakan pasien sehari-hari atau menggunakan penterjemah, dan sebagainya. Pada kelainan sistem locomotor terutama dengan prognosis fungsi tidak baik maka persiapannya adalah:
a.      Mempersiapkan privasi pasien dan keluarganya.
b.      Menentukan orang-orang yang ikut dalam diskusi seperti pasien dan keluarganya dan pihak dokter serta menyiapkan kursi untuk duduk
c.       Mempersiapkan materi yang ilmiah atau kepustakaan tentang penderitaan tersebut dan waktu berdiskusi, kemudian
d.      Memperkenalkan diri demikian juga semua orang-orang yang ikut.

2.        Kedua adalah penjelasan diagmosis yang dia derita
a.         Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi menjelaskan keparahan penyakit sistem lokomotor (diagnosis) dengan prognosis fungsi baik.

  • Informasi diagnosis disampaikan oleh dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi harus berdasarkan data objektif dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.
  • Kemudian diikuti informasi klinis positif seperti fraktur femoris tidak mengalami gangguan pembuluh darah dan syaraf di bagian bawah dari fraktur tersebut. Contoh lain, kanker tulang di daerah lutut tersebut belum terjadi penyebaran ke paru-paru (metastasis) dan sebagainya.
  • Dokter membuat kesimpulan keparahan penyakit sistem lokomotor pasien tersebut.

b.      Pada prognosis fungsi jelek atau cacat bahkan sampai kematian, maka dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi sebelum menjelaskan diagnosis maka dokter terebut harus:

  • Mampu memahami persepsi (perception) pasien tentang kondisi penderitaan dengan cara:

  1. Meminta pasien menceritakan pengalaman penderitaannya serta pengobatan yang dia lakukan.
  2. Mendengarkan pasien tanpa interupsi
  3. Mampu menerima sesuatu yang mungkin kontradiksi dengan pendapat pribadi tapi jangan dilakukan konfrontasi.


  • Meminta pasien ingin mengetahui (invite) tentang penderitaannya seperti:  

  1. Dokter harus menerima hak pasien untuk menolak;
  2. Dokter harus memberikan jawaban semua pertanyaan apa saja yang dia inginkan.


  • Mampu menceritakan pengetahuan medis tentang diagnosis pasien secara ilmiah (knowledgeable) kepada pasien seperti di atas


  • Mampu memahami emosi (emotion) dan memberikan empati/merespon perasaan pasien dan keluarganya serta mengidentifikasi emosi pasien dan keluarganya, penyebab emosi, dan memberikan waktu mengeluarkan perasaan/emosi tersebut




3.      Ketiga adalah perencanaan manajemen:
Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi menjelaskan manajemen dengan prognosis baik maupun jelek sebagai berikut:

  • Opsi manajemen harus luaran terbaik dengan alasan klinis secara ilmiah, rehabilitasi, dan siapa yang melakukan
  • Keuntungan dan kerugian atau side effect/risiko dari perencaan tindakan tersebut dan bagaimana cara memonitor serta manajemen kerugian yang tidak diharapkan tersebut
  • Komplikasi pasca tindakan yang direkomendasi tersebut dan cara memonitor dan manejemennya serta komplikasi dalam kurun lama atau  longterm complications seperti kelainan fisik, emosi, sosial, seksual, dan lain sebagainya serta tindakan penanggulangnya (pencegahan)
  • Opsi terapi alternatif atau tanpa dilakukan tindakan yang meliputi luaran dan prognosis
  • Pengalaman dokter dalam melakukan tindakan yang direkomendasi tersebut terhadap pasien lain dengan keparahan diagnosis sama
  • Kapan dilakukan tindakan tersebut dan pembiayaannya
  • Diagnosis lain atau komorbiditas yang menyertai dan terapinya yang akan dilakukan oleh tim manajemen

4.      Keempat adalah ringkasan dan strategi:
a.      Strategi atau ringkasan (strategy and summary), dan follow up yaitu: (1) Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi meminta pertanyaan apakah mereka ada sesuatu yang perlu diklarifikasi seperti;

  • Menutup penyampaian diagnosis, manajemen dan prognosis atau “bad news” serta mempersiapkan perencanaan selanjutnya dan kemudian.
  • Memberikan agenda untuk pertemuan selanjutnya dalam rangka opsi yang akan dipilih pasien dan keluarga

b.      Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi menilai pemahaman pasien tentang informasi kelainan sistem lokomotor yang sudah dijelaskan tersebut di atas.

Persetujuan atau informed consent harus tertulis seperti prosedur/metode, risiko atau komplikasi atau transfusi darah yang diperlukan. Ada beberapa kondisi penyakit tidak memerlukan informed consent seperti:

1.      Dokter melakukan pengamanan kehidupan pasien (lifesaving) seperti resusitasi kardiopulmoner atau resusitasi cairan.
2.      Dokter mencegah dampak serius pada kesehatan pasien dewasa dimana dia (pasien) tidak mampu memberikan persetujuan. Contoh melakukan debridemen fraktur terbuka pada pasien tidak sadar guna mencegah infeksi, dll.
3.      Dokter melakukan tindakan emergensi pada pasien anak-anak tapi dengan persetujuan orang tua pasien;
4.      Tindakan ECT (mental health act) dan lain-lain.

Persetujuan (informed consent) yang valid bila pasien harus kompeten dan mempunyai kapabilitas persetujuan, tanpa ada paksaan, dan persetujuan harus spesifik. Bila menolak persetujuan harus tertulis dan tanda tangan, diskusi sebaiknya direkam, dan pasien dibolehkan mencari pendapat kedua (second opinion) atau alih rawat.

KESIMPULAN

Profesi dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi sangat dimulyakan oleh masyarakat; oleh sebab itu kepercayaan yang diberikan mereka jangan sampai dikecewakan. Persetujuan pasien atau informed consent pada pengobatan penyakit merupakan keharusan untuk dijalankan oleh dokter tersebut, maka dari itu:
1.      Persiapan komuniksai dan diskusi informasi dengan persyaratan sebagai berikut:
a.      Dokter: Pelayanan kesehatan selalu berlandaskan etika kedokteran dan profesional berorientasi beneficence, menjauhi malaficence, respek kepada pasien dan berkeadilan
b.      Pasien: Kompeten dan kapabel, sadar, dewasa, tidak mempunyai gangguan mental, intelektual, dementia, atau kerusakan otak. Bila pasien anak-anak perlu ada persetujuan orang tua. Pasien mempunyai hak menerima atau menolak dan meminta pendapat ahli lain (second opinion) atau alih rawat.
2.      Dokter tersebut mampu menjelaskan diagnosis dan manajemen penyakit secara rinci dan sistematis seperti:
a.      Diagnosis secara tepat (akurat) dan menginformasikannya kepada pasien baik dengan prognosis fungsi baik atau jelek sampai kematian. Dokter mampu merespon emosi denga empati
b.      Opsi manajemen yang terbaik dengan tujuan yang dicapai, kerugian, komplikasi akut maupun kurun waktu lama (longterm complications) dengan cara memonitor dan pengobatan serta pencegahannya. Pengalaman dan hasil akhir tentang manajemen yang direkomendasi tersebut. Waktu pelaksanaan dan biaya serta alternatif manajemen lain dengan luaran dan prognosis atau bila tidak dilakukan pengobatan
3.      Dokter/residen/ahli orthopaedi dan traumatologi menilai pemahaman pasien tentang informasi kelainan sistem lokomotor yang sudah dijelaskan tersebut di atas.


Prof. Armis SpB, SpOT
Guru Besar Orthopaedi dan Traumatologi
Fakultas Kedokteran UGM

RSUP DR. SARDJITO

No comments:

Post a Comment